Bali - Profesi Notaris sangat rentan dimanfaatkan untuk tindak pidana pencucian uang karena adanya ketentuan kerahasiaan yang diberikan berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris seperti kerahasiaan hubungan antara Notaris dengan Klien sebagai alat dalam skema pencucian uang. Di sepanjang Tahun 2020-2023 saja, sebanyak 49 LTKM (laporan transaksi keuangan mencurigakan) yang dilaporkan oleh pihak Bank kepada PPATK. Selain itu, adanya dugaan dalam berbagai jenis transaksi yang dilakukan oleh Notaris dalam penyelenggaraan pelayanan jasa hukum, ada beberapa transaksi mencurigakan dari klien dengan menerima penempatan dana dari pihak lain, sehingga Notaris sangat rentan digunakan sebagai sarana tindak pidana pencucian uang.
Tindak pidana pencucian uang merupakan salah satu tindak pidana dari jenis kategori tindak pidana asal yang memiliki resiko besar seperti Korupsi dan Narkoba. Hal ini disampaikan oleh narasumber PPATK, Solehudin Akbar dalam Rapat Koordinasi Pelaksanaan dan Evaluasi Target Kinerja Ditjen AHU di Wilayah Tahun 2023 hari ketiga yang berlangsung di Ballroom Hotel Sakala Resort, Bali, Rabu (16/3/2023).
Dijelaskan juga pengelompokan SRA Profesi Notaris yang beresiko tinggi dilihat dari segi profil pengguna jasa pada urutan 1. Pengusaha, 2. Pegawai swasta, 3. Korporasi PT, di lihat dari bisnis pengguna jasa urutan pertama adalah sektor perdagangan, sedangkan dari segi wilayah urutan pertama ada di wilayah DKI Jakarta.
Dalam paparannya juga disebutkan bahwa Notaris yang melakukan pelayanan transaksi jasa dalam pembelian dan penjualan properti memiliki resiko yang lebih tinggi sehingga harus dilakukan pengawasan yang ekstra.
Untuk mengetahui kategori suatu transaksi, Notaris harus menerapkan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa terhadap kliennya sehingga dapat mengidentifikasi apakah transaksi tersebut dapat dikategorikan beresiko rendah, sedang ataupun tinggi/sangat tinggi, sehingga dengan demikian akan diketahui tindaklanjut dari hasil pengidentifikasian Notaris tersebut.
Kanwil Kalimantan Tengah mendukung penuh penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa oleh Notaris di mana hal ini akan menjadi modal bagi Indonesia menjadi anggota FATF. Hal ini dikuatkan oleh Arfan F Muhlizi selalu Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan HAM Kanwilkumham Kalteng. Selain itu, Kanwilkumham Kalteng juga terus mensosialisasikan pentingnya penerapan Beneficial Ownership (BO) untuk semakin menunjukkan komitmen pemerintah untuk pemberantasan tindak pidana pencucian uang maupun tindak pidana pendanaan terorisme.
Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Tengah (Hendra Ekaputra) mengapresiasi penyelenggaraan kegiatan ini. “melalui penyelenggaraan Rapat Koordinasi Pelaksanaan dan Evaluasi Target Kinerja oleh Ditjen AHU ini, tentu akan mendorong upaya Indonesia untuk menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF). Saat ini, Indonesia adalah satu-satunya Negara anggota G-20 yang belum menjadi anggota FATF. Menjadi anggota FATF akan membawa dampak positif bagi kredibilitas perekonomian Indonesia dan persepsi positif terhadap system keuangan nasional”, Ungkap Hendra Ekaputra. (Red-dok, Humas Kalteng, Maret 2023)
Foto Dokumentasi :